maxwin138
maxwin138
maxwin138

John Doe

If you want to make your dreams come true, the first thing you have to do is wake up.

Mary Taylor

You can have anything you want if you are willing to give up everything you have.

Christine Hakim: Maunya Setelah Cinta Pertama Stop Main Film, Eh Dapat Piala Citra

Posted by

Apakah cita-cita Ibu sejak kecil memang ingin jadi aktris?

Nggak. Jujur saja, kalau bicara dari kecil hanya ingin jadi orang baik yang bisa bermanfaat buat banyak orang, buat keluarga. Tetapi setelah menginjak remaja, kok orang punya cita-cita, kok aku nggak punya cita-cita ya? Apakah menjadi orang baik itu nggak boleh, bukan cita-cita gitu kan ya?

Akhirnya, ya umumnya cita-cita ingin menjadi apa ya, harus specialities-nya di bidang apa gitu kan? Mungkin karena terinspirasi dari Kakek yang bekerja sebagai juru gambar di perusahaan arsitek PT Markam dulu di zaman Bung Karno. Aku juga belum terlalu tahu kan, umur baru berapa, 7 tahun 6 tahun, tahun 1962 masih SD.

Terus kebetulan Ibu setelah anak-anak besar juga menjadi kontraktor gitu ya, jadi wah hebat betul ya Ibu sebagai ibu rumah tangga yang ngurusin anak-anak waktu kecil-kecil, masak, bikin kue, jahit baju buat anak-anaknya, tiba-tiba bisa bikin rumah gitu ya. Wah luar biasa hebat ya perempuan. Jadi ya mulailah terus terinspirasi, barangkali menarik untuk jadi seorang arsitek atau psikolog, karena dari kecil senang sekali mengamati perilaku dari orang lain.

Kalau sekarang masih suka mengamati perilaku orang lain?

Iya, harus. Kalau sekarang kan karena tuntutan profesi memang harus mempelajari untuk observasi, mempelajari setiap karakter manusia yang kebetulan Ibu harus perankan latar belakangnya, pendidikannya, keluarganya, latar belakang sosialnya, latar belakang budaya dan semuanya segala macam.

Sebanyak itu yang harus dipelajari?

Sebanyak itu. Dan memang kebetulan waktu mulai dari SD pun senangnya dengan berhitung, terus di SMP dan SMA ya ilmu ukur dan aljabar. Senangnya ilmu pasti. Tidak suka kesenian, tidak suka sejarah, karena apa? Metode pengajarannya itu kan dulu di SD hanya suruh menghafal saja, is not challenging gitu lho kayanya.

Sementara kalau itu matematika kita harus mikir gitu ya, dikasih rumus, harus mencari hasilnya ya, sudah dikasih soalnya, ada rumusnya, lalu jawabannya apa? Dan ternyata itu dalam kehidupan juga seperti itu ya. Ada rumus yang memang harus kita cari untuk dapat menyelesaikan segala masalah-masalah kehidupan, jadi so interesting.

Dan waktu Ibu pertama kali justru terjun di dunia film itu kan tahun 73, usianya baru 16 tahun. Bayangkan, nggak suka kesenian ya? Jadi di keluarga kalau kita ada family gathering itu, Ayah main piano, Kakak main gitar atau kibor, yang laki-laki ya, Kakak yang perempuan nyanyi. Ibu di pojok, hanya mengamati.

Karena apa, nggak suka, jadi lebih sering lihat, nanti kalau sudah boring masuk kamar tidur. Anak yang pemalu dan agak diam, anak yang introvert, bukan extrovert. SMP begitu masuk ke sekolah Santa Theresia yang waktu itu masih perempuan semua, mulai ya perempuan semua, mungkin kebebasan yang lebih di dalam berinteraksi kan?

Sudah mulai nggak pemalu lagi?

Nah, itu baru mulai sedikit-sedikit terbuka gitu, mulai berekspresi dan bahkan yang tidak, masih tetap tidak suka kesenian, tapi sering sekali ditunjuk untuk mewakili sekolah. Kalau ada malam kesenian bersama dengan sekolah-sekolah yang lain gitu kan, perfom mau tidak mau gitu ya.

Kalau di sekolah yang perintah guru kan kita nggak bisa menolak ya? Mulai waktu itu menari, tapi kebetulan ikut grup drumband di sekolah juga gitu, yang main drum. Kemudian mulai juga di dunia model, bukan keinginan pribadi juga ingin terjun ke dunia modeling, tapi dari pergaulan banyak teman-teman yang mereka fotografer ataupun desainer dan juga dari majalah fashion. Nah, waktu itu agak termasuk remaja gaul juga, dulu kalau kumpul remaja-remaja di ice skating.

Di mana itu tempat main ice skating-nya kalau boleh tahu?

Sekarang jadi lapangan sepak bola kalau nggak salah, lapangan sepak bola di depan Taman Ria Senayan, depan TVRI, nah seberangnya. Jadi seberang-seberangan juga sama Basket Hall ya? Di ice skating itulah tempat anak-anak Jakarta kumpul, nongkrong ya.

Terus dari ice skating itu rupanya ya kenalan-kenalan sama teman, mulai lebih luas pergaulannya karena kebetulan rumah orangtua dekat kan. Rumah kami di Bendungan Hilir, jadi sebenarnya tinggal jalan kaki nyebrang aja ke ice skating. Terus dari situ mulai diminta untuk foto, untuk fashion, majalah fashion, majalah Mode waktu itu ada namanya.

Rupanya melalui teman satu sekolah di SMA, namanya Maria. Maria itu anaknya Wim Umboh, almarhum sutradara film. Ketemulah Teguh Karya, Teguh Karya tanya Maria. Kamu punya teman nggak? Om lagi cari nih untuk peran utama di film Om, Cinta Pertama.

Teman saya bilang, coba Om lihat deh ada temanku di majalah, Om lihat saja itu di majalah film, namanya Christine Hakim. Bapak Teguh sama Mas Slamet lihat aku di situ, datang ke rumah tapi nggak ketemu juga. Pak Teguh datang sama Mas Slamet datang dua kali ke rumah nggak ketemu, waktu itu soalnya lagi liburan di Bandung kan masih SMA.

Lantas, bagaimana akhirnya bisa ketemu sama Teguh Karya?

Kembali ke rumah terus Mama menyampaikan bahwa ada sutradara teater sama Teguh Karya, mereka terkenal dan bagus gitu ya, mau minta kamu. Ibu bilang, Mama tahu kan saya nggak suka itu, jadi bilang saja nggak.

Karena dia sudah dua kali datang, jadi Mama itu sebetulnya hanya mengajarkan untuk beretika dan sopan santun ya. Dan Mama sudah janji karena nggak enak sudah dua kali ke rumah. Kata Mam, jadi kalau kamu menolak kamu datang saja, Mama sudah janji nanti biar Christine yang gantian ke kantornya Pak Teguh. Waktu itu Ibu minta ditemenin sama Abang untuk say no ke Pak Teguh.

Jadi niat bertemu Pak Teguh untuk menolak ajakan Beliau?

Untuk menolak sebetulnya. Tapi begitu sampai di kantor Jelajah Film waktu itu. Ada dua perusahaan film atau PH yang memproduksi itu ya, Far Eastern Film punya Pak Hatoek Soebroto yang kemudian juga menyewakan peralatan-peralatan film yang namanya Elang Perkasa Film yang kemudian menjadi Elang Perkasa. Terus satu lagi Jelajah Film.

Jadi pertama ke kantor Jelajah Film, Pak Teguh sudah ada di situ sama semua tim. Begitu masuk di halaman sudah langsung disambut sama Pak Teguh dan yang lain-lain dengan tangan terbuka, “Nah ini dia calon pemain Om, ayo masuk-masuk.”

Sudah gitu saya cuma senyum saja ya. Anak umur 16 tahun masih oon, belum ngerti apa-apa kan. Jadi saya ikut aja gitu kan, karena belum ada kesempatan untuk menolak. Pintar juga Pak Teguh, mungkin sudah dapat info dari Mama kali ya bahwa mau ditolak. Jadi sudah mengubah strategi ya.

Sampai di kantor itu juga tuh Pak Teguh masuk ke kantor produsernya, terus keluar bersama-sama Pak Hatoek waktu itu dan Pak Wiryo, inget sekali saya dan kami dikenalkan. Terus Pak Teguh bilang lagi, besok kamu dijemput Mas Slamet (Rahardjo) ya pulang sekolah, terus main-main ke sanggar Om.

Jadi terus besoknya Mas Slamet itu sudah tunggu di depan sekolah, dulu SMA-nya SMA 6 Jakarta kan, terus diajak jalan-jalan sama Mas Slamet di hutan kota Barito situ. Terus diajak makan di restoran. Dari situ diajak ke Sanggar Teater Populer yang sudah kumpul semua timnya untuk mempersiapkan produksi film Cinta Pertama.

Jadi intinya memang nggak ada kesempatan atau nggak dikasih kesempatan untuk ngomong. Mungkin kalau waktu itu Pak Teguh bilang, ‘kamu mau nggak main film Om?’ Diajak ngobrol gitu dan ditanyakan pasti saya nolak.

Pintar banget Pak Teguhnya ya, Bu?

Iya, jadi kaya sudah dihipnotis sama Pak Teguh. Jadi rupanya efek cara-cara ini, bagaimana menguasai jalur pikiran anak muda gitu ya. Jadi ya memang barangkali juga karena itu kan grup Teater Populer sudah seperti keluarga, jadi mereka sangat familiar sekali.

Satu minggu setelah pertemuan itu terus langsung syuting. Nggak ada proses latihan. Mungkin juga Pak Teguh sudah begitu yakin karena rupanya Mas Slamet itu ngajak makan, ngajak ngobrol gitu kan, hadi langsung akrab gitu ya, langsung klik mungkin ya. Ibu juga nggak ngerti itu klik apa langsung chemistry kan.

Satu minggu setelah syuting dan selama proses syuting pun Ibu sudah bilang juga sama Mama, aku rasa ini bukan dunia yang aku idamkan dan aku mau, jadi after this dah stop gitu ya. Eh dapet Piala Citra di Festival Film Indonesia.

Jadi itu kan prosesnya pembuatan tahun 73, tahun 74 film itu diikutsertakan di Festival Film Indonesia di Surabaya. Terpilihlah jadi best actress, waktu itu istilahnya Pemeran Wanita Terbaik dengan Pujian. Wah bingung kan? Akting saja nggak ngerti kok, bagusnya di mana ini saya main juga nggak ngerti kan.

Ya sudah semenjak itu, next day sudah langsung headline-headline di media cetak. Jadi seperti satu kaki tuh dia sudah di dalam dunia film, satu kaki ditarik keluar, sudah siap mau lari keluar gitu loh. Sementara aku mau keluar, ini lumpur sudah semakin dalam, rasanya seperti itu barangkali.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *